JAKARTA (Garudanews.id) – Perlambatan ekonomi hampir terjadi di semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Meski mengalami perlambatan, Indonesia masih dapat mencapai pertumbuhan ekonomi sebesar 5,02 persen.
Bahkan di antara negara-negara G20, pencapaian tersebut masih berada di peringkat ketiga setelah India dan Tiongkok.
“Ini juga patut kita syukuri, tapi perlu dilihat lebih detail, pertumbuhan ekonomi itu yang menikmati siapa?” ucap Presiden Joko Widodo saat berbicara di Pembukaan Kongres Ekonomi Umat Tahun 2017 di Hotel Grand Sahid Jaya, Sabtu, akhir pekan kemarin.
Pernyataan Presiden tentang siapa yang menikmati pertumbuhan ekonomi Indonesia bukanlah tanpa sebab. Berdasarkan data rasio ketimpangan atau gini ratio 2016, memang terjadi penurunan di mana gini ratio berada di angka 0,397. Angka ini menurun jika dibandingkan dengan gini ratio padaMaret 2015 sebesar 0,408 dan gini ratio September 2015 sebesar 0,402.
“Kalau dibanding tahun sebelumnya, ini sudah turun sedikit. Tapi kita ingin agar ini bisa turun banyak lagi,” ujar Presiden.
Dengan mengunjungi banyak kota dan kabupaten di Indonesia, Presiden memahami betul apa yang diinginkan oleh masyarakat tingkat bawah, seperti buruh, petani, petambak, dan nelayan kecil. Mereka semua menginginkan kehidupan yang lebih baik. Oleh karenanya, kemarin (21/4) secara resmi pemerintah meluncurkan Kebijakan Pemerataan Ekonomi di Alun-Alun Kabupaten Boyolali, Provinsi Jawa Tengah.
“Ada dua hal besar yang ingin saya sampaikan di sini. Pertama redistribusi aset dan reforma agraria dan kedua kemitraan,” Presiden menjelaskan.
Mengenai redistribusi aset dan reforma agraria, Presiden menjelaskan bahwa saat ini di Indonesia terdapat 126 juta bidang tanah, tapi baru 46 juta bidang telah disertifikat atau masih sekira 60 persen lebih bidang tanah yang belum disertifikatkan.
Beragam masalah menjadi penyebab masih banyaknya masyarakat yang belum memiliki sertifikat, salah satunya adalah masyarakat tidak memiliki biaya untuk mensertifikatkan tanahnya.
“Kedua tanah-tanah itu berada di posisi yang memang tidak seharusnya untuk pemukiman maupun lahan garapan,” ujar Presiden.
Guna meningkatkan jumlah masyarakat yang memiliki sertifikat, Presiden memberikan target kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional mengenai jumlah sertifikat yang akan diserahkan kepada masyarakat setiap tahunnya. Tahun 2017, sebanyak 5 juta sertifikat tanah harus dikeluarkan, sedangkan 2018 sebanyak 7 juta sertifikat dan 2019 sebanyak 9 juta sertifikat tanah.
“Kemarin sudah kita mulai di Boyolali, sudah kita serahkan 10.055 sertifikat dan ini akan terus kita lakukan,” kata Presiden.
Seperti dalam siaran pers Sekertariat Negara, Presiden mengatakan, banyaknya masyarakat yang belum memiliki sertifikat menyebabkan mereka tidak memiliki akses permodalan, baik ke bank, bank syariah, ventura capital, bank umum dan lembaga keuangan lainnya.
“Karena tidak memiliki jaminan. Karena dengan (sertfikat tanah) itu rakyat punya akses modal ke lembaga keuangan,” Presiden menerangkan.
Lebih lanjut, Kepala Negara menyatakan bahwa saat ini pemerintah telah mengumpulkan 12,7 juta hektare lahan hutan dan 9 juta lahan yang akan dibagikan. Namun, program tersebut akan dilaksanakan sesuai dengan visi pemerintah dalam rangka memperkecil kesenjangan dan ketimpangan di Tanah Air.
“Tapi redistribusi aset dan reforma agraria ini bukan bagi-bagi lahan. Saya _enggak_ mau kita hanya bagi-bagi, kemudian tanah itu dijual lagi. Ini sebuah skema yang harus dibicarakan secara detail,” kata Presiden.
Oleh karena itu, Presiden berharap kongres ini akan menghasilkan masukan-masukan yang detail, konkrit dan riil bagi pemerintah untuk kepentingan masyarakat dan umat.
“Saya ingin kongres mengenai redistribusi aset ini diperdalam, dibahas secara detail,” ungkap Presiden.
Selain itu, Presiden juga menyatakan bahwa dirinya telah mengutus sejumlah menteri untuk ikut berperan dalam perkembangan ekonomi mikro, kecil, dan menengah di Tanah Air. Peran para menteri sangat penting agar menghasilkan kemitraan saling menguntungkan.
“Ini akan saya paksakan. Bukan saya ajak lagi. Saya baru ketemu 1,2,3,4 baru setuju, tapi saya minta dengan jumlah yang lebih banyak karena ini menyangkut kemitraan yang betul-betul besar dan rakyat diuntungkan,” ucap Presiden.
Dalam kesempatan tersebut, Presiden juga menjelaskan sejumlah aset besar yang telah kembali menjadi milik Indonesia setelah sempat dikuasai oleh asing beberapa waktu lalu di antaranya adalah Blok Mahakam dan tambang emas terbesar di Nusa Tenggara.
Hadir mendampingi Presiden, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Ketua Umum MUI Ma’ruf Amin. Tampak pula hadir, Menteri Peindustrian Airlangga Hartarto, Menteri Pedagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN Sofyan Djalil, Menteri Koperasi dan UKM AAGN Puspayoga, Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki dan Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo. (Wan)
x
Posting Komentar