LAMI Siap Beberkan Sejumlah Perusahaan yang Diduga Terlibat dalam Korupsi Bansos

Jumat, 11 Desember 20200 komentar



Atas peristiwa korupsi tersebut, Lembaga Aspirasi Masyarakat Indonesia (LAMI) mengaku geram. Pasalnya, dana Bansos yang seharusnya disalurkan dengan baik kepada masyarakat yang tengah membutuhkan akibat himpitan ekonomi dari dampak pandemi ini, dengan tega oknum kementerian sosial melakukan tindakan yang sangat keji.

"Ini tindakan tak beradab. Kepekaan seorang menteri dan jajarannya di tengah kesulitan ekonomi masyarakat sudah tidak ada lagi. Oleh karenanya, sanksi tegas dan hukuman mati bagi pelaku korupsi dana sosial harus direalisasikan, jangan hanya statement politik penegak hukum," ujar Ketua Umum LAMI Jonly Nahampun dalam keterangan persnya, Sabtu (12/12/2020).

Selain itu, LAMI juga mendesak KPK agar mengaudit perusahaan-perusahaan yang selama ini mengerjakan proyek pengadaan Bansos. Berdasarkan informasi yang didapat LAMI, sejumlah perusahaan telah menyetorkan uang di muka guna mendapatkan proyek pengadaan Bansos tahap dua tersebut.

"Ini artinya antara oknum kementerian dan kontraktor atau perusahaan memiliki mental yang sama. Yakni sebagai 'penghisap darah rakyat'. Karena itu, perlu dilakukan audit secara menyeluruh terhadap perusahaan-perusahaan yang selama ini terlibat dalam proyek pengadaan Bansos itu," ucap Jonly.

Jonly menegaskan, bahwa LAMI siap dilibatkan dalam mengusut dugaan suap di Kemensos dan siap memberikan informasi lain terkait dugaan sejumlah perusahaan yang ikut bermain salam proyek tersebut.

"LAMI siap membantu KPK dalam mengungkap kasus suap itu. Dan siap memberikan informasi terkait adanya dugaan sejumlah perusahaan yang ikut bermain dalam pengadaan Bansos itu," tandas Jonly.

Seperti diketahui, Menteri Sosial Juliari P Batubara, yang juga Wakil Bendahara Umum Bidang Program PDIP itu ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan bantuan sosial (bansos) penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020, oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan, kasus ini berawal dari adanya program pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kemensos tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp 5,9 Triliun dengan total 272 kontrak dan dilaksanakan dengan 2 periode.

"JPB selaku Menteri Sosial menunjuk MJS dan AW sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kemensos melalui MJS," kata Firli dalam konferensi pers, Minggu (6/12/2020).

Lanjut dia, untuk setiap paket bansos, fee yang disepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp 10.000 per paket sembako dari nilai Rp 300.000 per paket bansos. Selanjutnya, pada Mei sampai November 2020, MJS dan AW membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang di antaranya AIM, HS dan juga PT RPI yang diduga milik MJS.

"Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW," lanjut Firli.

Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, imbuh dia, diduga diterima fee Rp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS kepada JPB melalui AW. 

Adapun total nilai sekitar Rp 8,2 miliar yang diterima JPB. Pemberian uang tersebut, selanjutnya dikelola oleh EK dan SN selaku orang kepercayaan JPB untuk digunakan membayar berbagai keperluan pribadi JPB. 
Share this article :

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. LEMBAGA ASPIRASI MASYARAKAT INDONESIA - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger