POSKO BERITA, BEKASI – Lembaga Aspirasi Masyarakat Indonesia (LAMI) mendesak untuk mengusut tuntas dugaan oknum Desa Bantarjaya, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi, terkait dugaan pungutan liar (Pungli) Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL).
Koordinator LAMI Bidang Investigasi, Sopyan mengatakan, penegak hukum harus melakukan penyelidikan dan penyidikan, atas dugaan pungli PTSL yang dilakukan oleh oknum Desa Bantarjaya, Kecamatan Pebayuran.
“Kami dari LAMI mendesak penegak hukum untuk mengusut tuntas terkait adanya dugaan Pungli PTSL di Desa Bantarjaya,” kata Sopyan kepada wartawan.
Dikatakan Sopyan, sangat mengapresiasi dan mendukung terkait masyarakat di Desa Bantarjaya, Kecamatan Pebayuran yang melakukan pelaporan adanya dugaan pungli yang dilakukan oknum desa.
“Kami sangat mendukung masyarakat yang terus mengawal kebijakan dan adanya dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan oknum Desa Bantarjaya,” ujarnya.
Perlu diketahui, oknum Desa Bantarjaya dilaporkan warganya ke SPKT Polres Metro Bekasi pada Selasa (3/2/2020) terkait program PTSL, yang diduga oknum desa tersebut mengutip uang sampai belasan juta rupiah kepada warga.
“Adanya kutipan untuk PTSL yang dilakukan oknum desa dan warga Kampung Pintu Rt 02/03 Desa Bantarjaya Kecamatan Pebayuran, menjadi korbannya,” ucapnya.
Oknum Desa Bantarjaya dilaporkan warganya terkait penipuan dan penggelapan sertifikat yang sudah jadi hasil program PTSL, namun sertifikat tersebut masih ditahan dikarenakan warga belum melunasi sisa pembayarannya.
Salah satu perwakilan warga, Desa Bantarjaya, Nahidi (50) mengatakan, hadirnya program PTSL seharusnya memudahkan warga mengurus sertifikat tanah. Namun yang terjadi justru jadi ajang pungli oknum desa.
“Masyarakat yang membuat sertifikasi tanah gratis itu sudah jadi. Hanya ada pihak pemohon ditarik uang di luar ketentuan. Sertifikasi tanah gratis itu program Presiden RI dan jumlah sekitar 2600 Bidang tanah. Sementara dugaan pungli sebesar Rp2 Juta hingga Rp3 Juta.
“Ada yang sampai belasan juta. Padahal, tiap bidang tanah masyarakat biasanya diminta Rp150 ribu sesuai ketentuan, namun kenyataannya masyarakat diminta Rp2 Juta, Rp3 juta sampai belasan juta,” bebernya.
“Harapan kami sebagai warga awam hukum, meminta agar kepolisian menindaklanjuti laporan tersebut,” tambah dia. (ari/ane/bbs)
Posting Komentar