JAKARTA, LAMI - Penderita bibir sumbing dan langit-langit, atau yang disebut Cleft Lip and Plate (CLP) sering dijumpai di lingkungan masyarakat Indonesia. Sayangnya, tidak banyak studi yang dilakukan untuk penyakit ini, padahal dibutuhkan standar kesehatan yang mencukupi bagi penderita CLP, termasuk adanya jaminan dari asuransi atau BPJS.
Hal ini diungkap oleh Dr. drg. Nia Ayu Ismaniati Noerhadi, MDSc. Sp.Ort.(K). Dosen tetap di Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia ini menulis disertasi yang membahas tentang stabilitas jangka panjang perawatan penderita bibir sumbing dan langit-langit.
Dalam disertasinya, Nia menulis jika CLP dapat terjadi karena berbagai faktor risiko. Antara lain, faktor genetika dan lingkungan. Keadaan dan kebiasaan ibu hamil, seperti kebiasaan merokok, minum alkohol, gizi yang kurang, terpapar radiasi, keadaan stres, trauma, dan konsumsi obat-obatan yang dialami merupakan faktor pencetus terjadinya kelainan.
Hormon pertumbuhan juga dianggap sebagai suatu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya insiden bibir sumbing dan langit-langit, disamping faktor latar belakang sosial-ekonomi orangtua serta keluarga penderita. Faktor-faktor ini akan menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan prenatal yang akan mengganggu embrio, dan akan dijumpai pada saat bayi lahir (pasca-natal).
"Penderita CLP sering merasa malu dan rendah diri sehingga mempengaruhi faktor psikologis serta rasa percaya diri. Namun perawatan komprehensif yang melibatkan berbagai tahapan perawatan sejak bayi sampai usia dewasa masih belum merata, terstandar, dan terintegerasi karena terbentur masalah biaya serta pertanggungan asuransi," kata dia, dalam keterangan resminya, Senin, 25 Juli 2016.
Oleh karena itu, disertasinya dibuat agar para penderita bibir sumbing dan langit-langit dapat dijamin perawatannya oleh asuransi/Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan).
"Penelitian dilakukan dengan mengevaluasi perubahan pada pasien bibir sumbing dan langit-langit pada saat selesai perawatan (T0), dua tahun pasca perawatan (T1) dan lima tahun pasca perawatan (T2)," ujar dia.
Dia mengaku mengambil data penelitian dari pasien bibir sumbing dan langit-langit di Nijmegen, Belanda, untuk melihat stabilitas hasil perawatan komprehensif jangka panjang selama dua dan lima tahun setelah selesai perawatan.
"Hal ini karena kestabilan merupakan indikasi keberhasilan suatu perawatan," katanya.
Disertasi yang berjudul Kajian Stabilitas Relasi Gigi dan Lengkung Maksilaris Setelah Perawatan Komprehensif Penderita Bibir Sumbing dan Langit-Langit Unilateral Komplit (Studi Longitudinal Retrospektif) ini telah diterima untuk dipublikasikan di Jurnal Internasional Orthodontics and Craniofacial Research Journal, suatu jurnal riset terkemuka di bidang ortodonti, wajah dan kepala.
Sumber : http://life.viva.co.id/news/read/800620-ilmuwan-bibir-sumbing-harusnya-dijamin-asuransi-atau-bpjs
Posting Komentar